Rabu, 12 Januari 2011

PENDIDIKAN DALAM PERSPEKTIF TEOLOGIS


Pergeseran spektakuler mulai merambah dalam tatanan makna teologi. Para ilmuan melakukan perdebatan di sekitar rekonstruksi makna teologi. Kini, displin teologi bukan ilmu yang hanya membahas problematika yang melangit. Tapi telah berubah menjadi ilmu tentang keummatan, yang lebih membumi dan dikenal dengan istilah teologi konstektual.
Makna teologi konstektual lebih mempunyai konotasi sebagai upaya pemberontakan terhadap masalah-masalah keummatan. Dan lebih tepat dikatakan sebagai suatu kebebasan dari problematika yang membelenggu umat. Pergeseran makna teologi yang membumi ini merupakan pemahaman terdalam tentang hakekat sesuatu, bukan hanya pengetahuan yang membicarakan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan ketuhanan.
Saat ini, telah tumbuh suatu dinamika baru dalam teologi dengan mengangkat problematika umat yang aktual dan kontekstual sebagai titik tolak pembahasan. Sehingga melahirkan suatu konsep teologi kontekstual yang hangat dibicarakan oleh para ilmuwan di seluruh dunia. Seperti, teologi pembebasan (revolusi) yang dikembangkan oleh Hasan Hanafi, Asghar Ali Engineer; teologi tanah, teologi pembangunan, teologi perubahan sosial, teologi lingkungan hidup dan teologi kemiskinan.
Dalam peta pemikiran teologi, aliran teologi kontekstual telah menjadi suatu cabang yang paling penting, aktual dan membumi. Teologi telah menjadi ilmu tersendiri mengenai rakyat. Teologi konstekstual ini telah banyak mengilhami gerakan-gerakan kerakyatan dalam masyarakat terbelakang untuk mengangkat nasibnya dari jurang keterbelakangan dan ketakberdayaan dalam segala bidang ilmu pengetahuan.
Sebelum berbicara panjang lebar tentang persoalan teologi pendidikan Islam, terlebih dahulu kita harus cermati mengenai pendidikan secara umum. Pendidikan merupakan suatu acuan yang berfungsi mempersiapkan peserta didik menghadapi masa depan. Pendidikan Nasional bertujuan meningkatkan mutu manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian dan lain sebagainya. Itulah idealisasi pendidikan yang sebenarnya.
Hadirnya Hi-tech telah banyak kemajuan yang dicapai manusia. Sehingga manusia cederung pada pola pikir saintisme yang sangat mekanis sekali. Manusia tidak lebih hanya sekedar mesin-mesin pemuas kelezatan (Hedonistik) materi. Materi dan konsumerisme adalah pola hidupnya yang barudan sudah menjadi suatu ideologi, kepercayaan bahkan Agamanya.
Pendidikan secara theologis merupakan proses kebudayaan yang menyejarah dalam kehidupan manusia dan berorientasi pada perubahan perilaku umat manusia dengan mengedepankan mental spiritual. Konsep ini berbeda dengan pendidikan yang ada selama ini. Sebab pendidikan yang ada ini masih cenderung feodalistik dan diskriminatif terhadap Institusi,  mahasiswa bahkan dalam proses pencarian kerja.
Pendidikan dalam perspektif theologis merupakan suatu bentuk upaya pemberontakan umat manusia dari ketarbelakangan dan kebodohan yang berorientasi pada wawasan tentang Allah melalui konsep Tauhid al-Ummah (teologi keummatan) menuju tauhid al-Ilahiyah (teologi keesaan Tuhan). Juga sebagai upaya pemecahan keterbelakangan umat dengan mengikutsertakan nilai-nilai ketuhanan dan moral. Atau lebih menduniakan nilai-nilai ketuhanan yang selama ini masih melangit.
Manusia dituntut selalu bertanggung jawab kapada Tuhan secara sadar dalam setiap aktivitasnya. Penanaman kesadaran tersebut mempunyai implikasi bahwa aktivitas manusia selalu dalam relasional dengan Allah. Pendidikan secara theologis membahas secara detail problematika pendidikan dan mempunyai tujuan untuk memproleh perubahan perilaku umat manusia. Bukan pendidikan yang berorientasi pada pencarian kerja.
Aksentuasi pendidikan dalam perspektif teologis adalah terbentuknya manusia yang berwawasan spiritualitas dengan menegakkan moralitas dan etika di atas segalanya. Pendidikan yang demikian itu, merupakan pendidikan yang berorietasi Uluhiyah. Karena hasil akhir dari upaya pendidikan tersebut adalah hadirnya kesadaran baru yang membawa pada keimanan dan wawasan tentang yang kudus.
Hadirnya wawasan yang kudus ini akan secara otomatis memberikan emanasi tentang terciptanya etika Humanisme religius yang mampu membawa pada kejayaan manusia dengan penghargaan yang setinggi-tingginya tentang makna harga diri sejati sebagai hamba Tuhan. Penghargaan tersebut merupakan inti sari etika yang mampu membawa pada kejayaan dan progresifitas yang baik.
Sementara itu, prinsip-prinsip teologi pendidikan adalah : pertama, Pendidikan dalam perspektif teologis bertujuan tercapainya kemaslahatan umat manusia. Artinya, hasil dari setiap aktivitas pendidikan manusia manusia adalah mendorong manusia untuk memakmurkan manusia. Kedua, Pendidikan dalam perspektif teologis adalah pendidikan yang mengikutsertakan wawasan keilahian dalam segala proses dan aktivitas pendidikan.
Ketiga, Pendidikan dalam perspektif teologis meletakkan unsur wahyu sebagai sumber ilmu pengetahuan di samping alam dan sejarah. Keempat, sistem pendidikannya tidak diskriminatif yang membedakan pendidikan manapun saja. Sistem pendidikan ini sama dalam segala waktu dan sama dalam setiap masyarakat. Yang terpenting dari sistem ini adalah memanusiakan manusia dengan mengoptimalkan akal menuju pada konsep kebenaran.
Kelima, pendidikan dalam perspektif  teologis adalah mempersiapkan hidup manusia untuk lebih bermakna, ketimbang mempersiapkan manusia untuk mencari pekerjaan semata. Pengalaman pendidikan hanya ditujukan untuk mempersiapkan kedewasaan intelektualitas agar dapat menghadapi segala tantangan hidup yang penuh fatamorgana.
Sementara itu, sekolah hanya merupakan tempat mempersiapkan hal tersebut. Di samping merupakan lembaga khusus yang mencoba menyempurnakan manusia dengan misi utama sebagai Khalifah Tuhan di bumi ini. Dalam makna yang lebih luas, kehidupan manusia bisa mencapai yang sesungguhnya, jika manusia dituntut melalui rasionya memperoleh dan mengembangkan kebenaran yang sejati.

Tidak ada komentar: